Mendarat dengan aman di bandara Abdul Rachman Saleh |
Kala itu pukul dua dini hari dan
mata saya sudah tidak dapat terpejam. Sayup- sayup terdengar suara di dapur.
Pasti Mama tengah menyiapkan sarapan untuk kami. Kami menikmati mi instan dalam
gelas yang sudah diseduh kemudian bersiap- siap sebelum Papa dan Mama mengantar
kami ke bandara.
Pukul empat lebih sedikit kami
sudah tiba di bandara dan cukup terkejut karena sudah ramai oleh penumpang-
penumpang pesawat. Konter check in salah satu maskapai bahkan penuh
antrean. Beruntung kami lebih cepat karena konter maskapai kami masih lowong.
Setelah selesai check in
dan mengurus bagasi, kami berpamitan kepada Papa dan Mama, kemudian
melangkahkan kaki menuju ruang tunggu.
Pesawat yang kami tumpangi ke
Malang transit di Jakarta dan kami diharuskan mengganti pesawat di terminal
yang berbeda tanpa perlu mengambil bagasi lagi. Urusan pindah terminal dengan
waktu yang mepet ini menjadi penyumbang kepanikan di pagi hari. Kami tiba saat
jam boarding sudah dekat. Mana shuttle sedang tidak tersedia.
Kami terancam ketinggalan pesawat jika tidak berangkat ke Terminal 2 saat itu
juga.
Beruntung ada penumpang lain yang
sepenanggungan. Bersama- sama kami menumpang bus yang kami kira shuttle
yang ternyata adalah bus TOD (Transit Oriented Development) yang
berhenti di beberapa titik. Dan muter, kawan! Jadi tidak langsung dari Terminal
1 ke Terminal 2. Waktu boarding semakin dekat dan saya hanya bisa
berharap- harap cemas.
Akhirnya rombongan yang sudah
hampir ketinggalan pesawat ini tiba di Terminal 2. Kepanikan dan kecemasan ini
menjadi sia- sia karena pesawat ternyata delay. HA HA! Sebuah kondisi
yang biasanya membuat saya misuh- misuh namun sekarang merasa bersyukur karena
akhirnya bisa kembali mengalami moment seperti ini. Selamat datang
kembali ke drama penerbangan!
Selain acara delay,
semuanya berjalan lancar. Kami mendarat di Bandara Abdul Rachman Saleh dengan
selamat dan tidak kurang satu apapun pada pukul dua belas. Molor dari jadwal
awal yang seharusnya pukul 10.55. Pengambilan bagasi pun lancar dan cepat.
Saatnya ke hotel.
Antrean No 02 |
Tidak banyak moda transportasi di
bandara. Taksi online dilarang masuk ke area bandara. Sebagai pilihan,
kami menumpang taksi koperasi bandara. Semua penumpang naik itu. Sudah ada
loketnya. Penumpang tinggal melapor tujuannya mau ke mana kemudian membayar
biaya sebesar Rp 80.000,- per taksi. Kita akan diberi karcis yang bertuliskan
nomor antrean dan kita tinggal menunggu taksinya.
Taksi Bandara |
Ternyata jalanan di Malang itu
muter ya. Hotel sudah di depan mata tapi kita harus putar lagi karena aturannya
memang seperti itu. Saya sih senang- senang saja sebagai pendatang karena jadi
bisa cuci mata lebih lama.
Kami menginap di Whiz PrimeHotel Basuki Rahmat Malang. Setelah check in dan istirahat sebentar, saatnya mengisi perut.
Tujuan awal kami adalah Depot Hok Lay. Sayangnya sedang tutup dan baru akan buka
kembali di sore hari. Kami melipir ke Inggil untuk mencicipi rawon dan menu non
sapi lainnya. Inggil ini satu pemilik dengan Rawon Nguling. Letaknya seberang-
seberangan. Bedanya, kalau Rawon Nguling itu bentuknya depot dan hanya
menyediakan menu sapi, di Inggil ini bentuknya restoran dan mereka juga
menyediakan menu non sapi.
Hujan kembali menyapa saat kami hendak
beranjak. Taksi online menjadi andalan kami untuk menyesap secangkir kopi di Kopituju. Lalu sisa sore itu kami habiskan dengan bahagia sebelum
ditutup dengan makan malam di Restoran Hok Lay yang juga bikin bahagia.
Hari pertama berlalu di Malang.
Kami beristirahat lebih cepat karena besok pagi akan dijemput untuk mengikuti
aktivitas di Tumpak Sewu. Seperti apa ya pengalamannya? Bersambung di bab
selanjutnya ya.
Be First to Post Comment !
Post a Comment