Jing Jai Market merupakan pasar
modern nan estetik yang WAJIB kalian kunjungi saat berlibur ke Chiang Mai.
Surga kerajinan tangan dan kopi ada di sini. Saat berkeliling, rasanya semua
ingin dibeli. Tili membeli satu keramik bercorak kaktus sementara saya membeli
satu gantungan kunci kura- kura setelah setengah mati menahan keinginan untuk
berbelanja produk kerajinan tangan warga setempat.
Lagi- lagi Tili menjadi korban
aktivitas mengopi saya. Ada satu penjual kopi yang ingin saya datangi. Namanya
Choojai. Sudah masuk daftar saya sejak lama, dan rasanya sayang tidak singgah
sebentar mumpung sudah sampai di sini.
“Kalau buka, kita beli kopinya
segelas ya, habis itu lanjut makan.” Itu juga yang saya katakan pada Tili,
sama seperti sebelum ngopi di Coconut.
Choojai buka! Jodoh tidak ke mana. Eh
eh. Jodoh mengopi di sini maksudnya. Dan betapa kagetnya saya waktu melihat
papan bertuliskan bayar sesuka hati kalau ngopi di sini. Apaa???
Ada yang seperti ini di Chiang Mai. Saya dan Tili duduk di dingklik yang
tersedia.
Yap, menikmati kopi di Choojai itu
duduk di dingklik atau bangku kecil yang disediakan. Selain saya ada juga tamu
lainnya yang memegang gelas kertas berisi kopi. Serunya, kita bisa memilih kopi
light or medium. Yang tidak ada hanya kopi susu. Semuanya menu pourover.
Mau yang panas atau Japanese ada juga.
Saya mulai menikmati kopi saya.
Gelasnya lucu karena digambar langsung oleh gadis yang duduk di samping
Choojai. Kita juga bisa request untuk digambar di gelas itu. Ah, kenapa
saya nggak kepikir ya? Saking mabok kopi kayaknya ini.
Choojai tidak terlalu fasih berbahasa
Inggris dan bahasa Thailand saya juga masih jauh dari kata lancar. Tili yang
menjadi penerjemah saya selama di sana. Saya banyak belajar kosakata dari Tili.
Khobkhunchaw, Kru Tili!
Ngopi segelas lalu melanjutkan
perjalanan menjadi angan. Kami bertemu dengan Khun Baa Tamlom (saya panggil Paman
saja ya selanjutnya) yang adalah salah satu langganan di Choojai dan larut
dalam obrolan seru. Paman hobi mendaki gunung dan berpergian. Seru sekali
mendengar kisah- kisah perjalanan beliau. Kami banyak membahas mengenai gunung
yang sudah pernah beliau daki dan gunung di Indonesia yang pernah beliau dengar.
Karena saya bukan anak gunung dan
hanya pernah ke Bromo, saya merekomendasikan Bromo kepada Paman.
“Kalau Paman berkesempatan untuk
datang ke Indonesia, datanglah ke Bromo. Pemandangan di sana sangat
menakjubkan! Penduduk lokal di sana juga sangat ramah dan bersahabat,” ujar
saya bersemangat.
Obrolan semakin seru. Sambilan juga
kami melatih Bahasa Thailand kami. Saat kami kesulitan mengerti kosakata yang
belum kami pelajari, Paman akan membuka kamus dan menerjemahkan dalam Bahasa
Indonesia untuk kami. Siang mulai berganti ke sore.
Saya ingin menyudahi acara mengopi
sore itu. Namun malah berakhir dengan tiga gelas kopi di Choojai. Choojai
adalah sosok yang ramah, hangat, dan sangat murah senyum. Saat saya mengatakan
bahwa kopi yang saya nikmati sudah cukup di hari itu, dia malah berkata, “ayolah,
coba yang versi dingin, sedikit saja.”
Untuk ukuran minum kopi dan bayar
sesukanya, ini ajaib. Bagaimana bisa ada hal seperti ini? But it’s real!.
Nggak ngerti sih konsepnya ini seperti apa. Choojai menjual biji kopi dalam kemasan.
Namun tidak ada keharusan untuk membelinya.
Hingga akhirnya waktu juga yang
memisahkan. Walau enggan, saya dan Tili akhirnya berpamitan. Semoga saya
berkesempatan lagi untuk bertemu dengan mereka pada perjalanan selanjutnya.
Stay healthy Choojai, Khun Baa Tamlom,
Tili, and all of us who read this blog post 😊
Be First to Post Comment !
Post a Comment