Bromo menjadi awal terwujudnya perjalanan ke Malang ini. Dimulai dari kalimat- kalimat, seperti “Bromo bagus ya katanya,” “Aku belum pernah ke Bromo nih” dan akhirnya hari ke Bromo pun tiba.
Kami
memilih private trip agar lebih bebas. Tak lupa kami menyertakan
fotografer agar nggak repot- repot dengan urusan foto- foto. Penantian panjang
itu akhirnya tiba. Malamnya kami bersiap di hotel menunggu dijemput pas tengah
malam.
Driver
tiba tepat waktu. Kami pun check out dari hotel dan membawa seluruh
bawaan kami karena kami akan langsung ke Batu setelah trip Bromo ini selesai.
Sesampainya
di base camp tur, kami tidak langsung berangkat. Meski kami akan
menggunakan jip sendiri, kami tetap menunggu peserta lain. Atau memang
karena belum waktunya kali ya. Untuk operator trip kali ini, kami menggunakan
jasa Bromo Alvis. Untuk detailnya akan saya share di akhir cerita ya.
Setelah
menunggu lumayan lama, akhirnya kami naik ke jip juga. Bersama kami ada Mbah
Doel yang mengantarkan dan memastikan kami aman sepanjang trip ini dan Mas
Boim, fotografer baperan kami. Ha ha. Bercanda ya mas A
Perjalanan
ke Bromo ini cukup mendebarkan. Jalanan serba gelap dan berkabut. Persis drama-
drama horor. Dan kami nggak bisa melihat apa- apa lagi yang ada di sekitar
kami, kecuali cahaya lampu jip di belakang kami. Itupun samar- samar.
Pukul
tiga lebih kami sudah tiba di Bukit Kingkong, tempat untuk menikmati sunrise
di Bromo. Masih sangat gelap dan dingin. Pastikan jaket, kupluk, sarung
tangan, dan kaus kaki tersedia ya. Bisa dipakai langsung atau buat jaga- jaga
bagi yang tidak tahan cuaca dingin.
Langit
masih gelap dan kami melihat gugusan bintang- bintang. Indah sekali. Dari sini
juga kita dapat melihat lautan awan di bawah sana. So magical.
Matahari
mulai naik perlahan. Titik penatapan dari bawah hingga ke atas bukit sudah
ramai dipenuhi wisatawan seperti kami. Selanjutnya, saya tidak bisa banyak
berkata- kata. Terkagum, terpukau, terbuai, semua berpadu menjadi satu. Benar-
benar ajaib. Saya bersyukur atas alam dan kesempatan ini.
Bromo
bakal menjadi tempat yang selalu membuat saya ingin kembali. Lagi dan lagi.
Kalau ada kesempatan ke Malang lagi, Bromo jadi destinasi yang akan kembali
dikunjungi.
Kalau teman- teman mengambil paket tur, biasanya sudah akan include rangkaian tur hingga tengah hari. Pukul enam lewat, kami sudah beranjak untuk menuju ke spot berikutnya. Tapi sebelumnya jajan telur gulung dulu ya. Terlihat menggoda dan sulit dilewatkan.
Jajan
telur gulungnya sudah. Saatnya lanjut ke spot berikutnya, yaitu Widodaren. Foto-
foto estetik naik ke atap jip, lari- lari bahagia Bersama teman, semuanya
dilakukan di sini. Nggak lama sih di sini, kurang lebih satu jam. Tapi tergantung
juga seberapa lama teman- teman berfoto ya.
Dari Widodaren, kami bertolak ke Kawah Bromo. Nggak kawah langsung sih. Masih harus jalan dan mendaki. Saya tidak ikut karena tidak mau memaksakan. Teman- teman bisa memilih mau jalan kaki atau naik kuda.
Masih jam delapan pagi. Waktunya sarapan. Hanya saja karena saya belum lapar, saya memilih untuk berkeliling menikmati udara dan pemandangan yang menakjubkan serta melihat Pura Luhur Poten dari kejauhan.
Widodaren |
Cakep. Nggak ditambah efek kabut ya. |
Sedikit
out of topic, saat saya merangkai kata demi kata dalam postingan ini,
tentu saja saya perlu kembali membuka galeri foto di ponsel untuk melihat
kembali foto, waktunya, dan semua ini membuat saya seolah kembali ke sana. Baru
setelah saya melepaskan ponsel dari panndangan, saya tersadar. Padahal sudah
tiga bulan berlalu dan saya masih bisa ‘terbius’ kembali. Maafkan saya yang sentimental
ini.
Pura Luhur Poten |
Sebagian kecil jip yang berjejer panjang |
Oke,
kembali ke topik. Saat diceritakan kembali oleh Dewi dan Daniati, benar saja
medannya tidak semudah itu. So guys, kenali tubuh dan kesanggupan
masing- masing ya. Jangan dipaksakan juga ya.
Pasir Berbisik |
Kami
disambut oleh Pasir Berbisik di pemberhentian selanjutnya. Lokasi ini juga
sering terlihat di media sosial. Hamparan pasir luas dan tiang- tiang beton
rendah yang bisa menambah keestetikaan foto ada di sini rupanya. Ha ha.
Bukit Telettubies |
Savana ulala~ |
Tidak
lama. Tidak sampai setengah jam, kami sudah berpindah lagi ke spot terakhir. Savana
dan Bukit Teletubbies berbanding seratus delapan puluh derajat dengan spot
sebelumnya. Saya akhirnya paham mengapa disebut Bukit Teletubbies. Spot yang
satu ini benar- benar hijau dan cocok banget ya buat foto dengan tema piknik di
sini.
Energi
kami rasanya sudah hampir terkuras habis walau hari belum siang. Ah ya,
aktivitas kami sudah dimulai sejak tengah malam. Ha ha. Jadi selesainya juga sebelum
siang. Dari Bukit Telettubies kami diantar kembali ke base camp. Tak lupa
kami berterima kasih kepada Mbah Doel, Mas Boim, dan tentunya Bromo Alvis, yang
sudah mengenalkan kami kepada Bromo.
Sepertinya
kesimpulannya sudah sebagian saya tulis di awal ya, yaitu bakal balik lagi ke
Bromo kalau ada kesempatannya. Mengenai turnya sendiri, kami puas dan rekom ya ke
teman- teman.
Untuk
paket tur pribadi ini, harganya 1,5 juta sudah termasuk dokumentasi bisa
maksimal 5 orang beserta fotografer. Mau paket tanpa dokumentasi? Bisa juga. Harganya
1,25 juta. Saya sarankan sih enaknya paket yang sudah termasuk dokumentasi. Jadinya
kita bisa lebih menikmati alamnya dan kalau mau foto- foto sendiri seperti saya
juga bisa. Apalagi dokumentasi ini sudah termasuk cinematic video
berdurasi satu menit.
Untuk
pengantaran ke Batu dikenakan biaya tambahan sebesar Rp. 100.000,- Karena kami
akan langsung ke Batu, jadi kami minta diantarkan saja sekalian agar tidak
repot mencari transportasi lagi.
Saatnya
berpisah sementara dengan Malang, karena kami akan kembali lagi, walau hanya
satu hari. Sampai jumpa di Batu!
Be First to Post Comment !
Post a Comment