Sebuah Jurnal

Airbnb dan Google Maps: Sebuah Terapi

 Halo semua! Semoga kita semua dalam keadaan sehat ya. Setelah lama sekali blog ini ditinggalkan hingga muncul tagihan tahunan domain, baru deh ya ngeblog lagi. Aktivitas traveling sejak pandemi otomatis berhenti dan jatah cuti masih sisa banyak, padahal biasanya dipakai sampe nggak cukup- cukup. Well….


Sempat suntuk banget karena nggak bisa kemana- mana. Even mau ngopi dan foto- foto kedai kopi - yang belakangan makin menjamur di Medan - juga belum berani. Beberapa rekan kerja bilang ke saya: kamu ngapain parno banget? Toh tiap hari juga ketemu orang banyak dan gimana pun kamu jaga, pasti bakal ada potensi terpapar.


Saya hanya bisa diam dan tidak mau menjawab terlalu banyak karena setiap orang punya cara dalam menjaga dan meminimalisir risiko. Cara saya adalah tetap di rumah dan keluar kalau ada belanja kebutuhan dan beli makan doang, itu pun take away. Sempat tergoda untuk duduk- duduk sebentar, ngopi sambil cuci mata. Tapi yah…..akhirnya tetap di rumah saja. Ha ha…


Jadi ya, salah satu terapi untuk menghilangkan kegilaan ini adalah dengan menjadi tambah gila. Ehhhhh…. Tapi beneran saya lakukan. Caranya? Buka Airbnb dan Google Maps. Instagram jadi sumber referensi tambahan.


Bakalan terkurung entah sampai kapan, saya mulai menyusun rencana perjalanan. Yap, kalian tidak salah baca. Rencana perjalanan sodara- sodara! Setelah tahu mau kemana, saya mulai buka Airbnb. Dan rasanya seperti terapi. Melihat propertinya saja sudah bikin kangen jalan. 


Dengan fitur wishlist yang ada di aplikasi, saya menyimpan daftar rumah yang akan saya sewa saat liburan nanti. Seolah sudah pasti akan ke sana, saya buka lagi Google Maps. Ada dong propertinya dan mulai deh saya eksplor dengan mode street view, scroll sana sini, seakan- akan beneran ke sana.


Langsung buat list tempat mana saja yang akan dikunjungi. Kebetulan sebelum pandemi, saya punya hobi baru, yaitu coffee shop hopping. Beberapa tahun yang lalu sempat review coffee shop tapi nggak sering. Rencananya kali ini mau difokuskan untuk share di IG. Namun apa daya…


Okay, kembali ke topik halu ini. Sebagian orang pasti menganggap ini buang waktu dan nggak berfaedah. Bagi saya, ini semacam terapi. Saya merasa seseru itu menyusun rencana perjalanan dengan format dan referensi baru. Sudah setahun lebih cuy nggak merasakan keseruan saat nyusun rencana perjalanan. Bedanya kali ini belum tahu kapan realisasinya. Wkwk… Tertarik untuk halu seperti saya?

Be First to Post Comment !
Post a Comment